SuarIndonesia – Bupati HSU Nonaktif, Abdul Wahid , selalu main potong uang perjalanan dinas.
Bupati lakukan ini, namun oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) HM Taufik membantah kalau dirinya memotong uang perjalanan dinas pejabat di lingkungan untuk diserahkan kepada terdakwa Bupati non aktif HSU Abdul Wahid.
Sementara dihadapan saksi lainnya yakni Plt Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten HSU A Yusri menjelaskan yang ditampilkan sebagai saksi secara tegas mengatakan bahwa pemotongan uang perjalanan dinas pejabat di lingkungan Pemkab HSU selalu dilakukan dikisaran 30 sampai 50 persen dan hasilnya diserahan kepada saksi HM Taufik selaku Sekda.
Kesaksian ini disampaikan pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin dengan terdakwa Abdul Wahid, Senin (18/4/2022), dimana JPU menghadirkan empat orang saksi
Walaupun dijelaskan soal yang satu ini saksi, Taufik tetap beseteguh kalau dirinya tidak memerintahkan untuk memotong uang perjalanan dinas tersebut maupun menerima.
Menurut saksi Yusri pemotongan uang perjalanan dinas tersebut akan diserahkan ke Bupati melalui Sekda.
“Masa bantuan diberikan kepada orang yang mampu seperti butai yang seharus bantuan duiberikan dari atasan ke bawahan..’’ ujar hakim Yusriansyah.
Beberapa pertanyaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang dikomandoi Fahmi, maupun majelis hakim yang dipimpinm hakim Yusriansyah, banyak dijawab tidak tahun.
Sampai sampai hakim adhock Ahmad Gawie yang mendampingi Yusriansyah, mengatakan sudah sepantasnya saksi Taufik yang merupakan adik dari terdakwa Abdul Wahid, bisa dijadikan tersangka yang banyak tidak mengetahui soal kegiatan yang ada di sekretariat Pemkab HSU.
Begitu juga soal bantuan untuk memberikan sumbangan menurut saksi Taufik selalu diserahkan kebijaksaan dengan Bagian Umum.
Sementara saksi Andi Irawan dari Kasubag Keuangan Pemkab HSU menyebutkan kalau bantuan yang dibayarkan tidak ada dalam anggaran, dan uang diambil dari kas daerah yang tentunya ada persetujuan dari Sekda.
Andi juga menjelaskan kalau gaji Bupati dan tunjangan selama lima tahun dari tahun 2017-2021 mencapai Rp 300 juta lebih.
Taufik juga mengatakan bahwa lahan untuk membangun klinik oleh tedakwa berasal tanah warisan orang tua, dan kini banguan klinik tersebut di Paliwara Amuntai belum selesai.
Ia juga mengatakan tidak tahu la[am bangunan klinik tersebut di bangun.
Begitu juga ketika ditanya soal isteri terdakwa, Taufik hanya berucap setahun dirinya hanya satu.
Seperti diketahui Bupati Kabupaten Hulu Sungai Utara non aktif Abdul Wahid yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasn Korupsi di Amuntai, dijerat dengan dua undang undangg yakni undang undang pemberantasan korupsi dan undang undang tindak pidana pencucian uang.
Wahid yang didakwa oleh JPU KPK yang dikomandaoi jaksa Fahmi mengemukakan bahwa harta yang disita pihak KPK berupa uang kontan baik rupiah maupun Dolar Singapor bernilai Rp 31,7 M lebih yang terdri puluhan bungkus uang kontan serta puluhan tanah dan bangunan yang ada di beberapa lokasi di Amuntai.
Menurut JPU kekayaan yang di tumpuk terdakwa tersebut selain dilakukan gratfikasi juga dapat dinilai sebagai suatu tindakan suap, yang terlarang bagi pejabat negara, yang dilakukan bersama sama dengan Plt Kepala Dinas PUPRP HSU, Maliki.
Menurut dakwaan tertangkapnya terdakwa ketika adanya dua proyek daerah irigasi rawa Banjang dan Kayakah yang dikerjakan oleh dua kontraktor yakni CV Hanamas dengan Direktir Marhain memberikan fee sebesar Rp 300 juta dan kontraktor CV Kalpataru dengan direktur Fahriadi memberi fee Rp 240 juta.
Hal ini dilakukan kedua perusahaantersebut agar mendapat ekerjaan seseui dengan komitmen yang diajukan terdakwa melalui Maliki.
Sedangkan jumlah uang sebesar Rp31 lebih tersebut hasil dari gratifikasi dan suap yang diperoleh terdakwa selama menjabat Bupati HSU sejak tahun 2012 sampai 2022 selama dua periode.
Uang kontan yang disita sebanyak 43 kantong jumlahnya miliran rupiah dari rumah jabatan bupati.
Dua diantaranya terdapat uang dolar Singapore. Atas perbuatan terdakwa tersebut JPU menjeratnya dengan pasal berlapis, pertama pasal 12 huruf B UU No 31 tahun 1999 sebagimana telah diubah denganUU No20 tahun 2001 tentang pepmberatasn tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke i KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP .
Kedua didakwa melanggar pasal 11 huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang pepmberatasn tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke i KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP. Sedangkan tindak pencucian uang JPU mematok pertama pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan kedua pasal 4 UU N.o.8 tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (HD)