SuarIndonesia — Pemerintah Prancis mengumumkan evakuasi lima wanita Afghanistan yang ‘terancam oleh Taliban’ yang kini berkuasa di negara itu. Kelima wanita Afghanistan tersebut akan ditampung oleh Paris, setelah berulang kali seruan pembentukan koridor kemanusiaan untuk wanita Afghanistan yang dikucilkan dari kehidupan publik.
Seperti dikutip detikNews dari AFP, Senin (4/9/2023), sejak kembali berkuasa di Afghanistan pada Agustus 2021, Taliban menerapkan penafsiran hukum Islam yang ketat, dengan wanita menjadi yang paling terdampak dari aturan yang disebut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai ‘apartheid gender’.
Kaum perempuan dan wanita di Afghanistan dilarang mengakses pendidikan di sekolah-sekolah menengah atas dan universitas, serta dilarang mengunjungi taman, pameran dan gimnasium.
Wanita juga dilarang bekerja untuk badan-badan PBB atau LSM, dengan ribuan wanita dipecat dari pekerjaan pemerintah dan dipaksa tinggal di rumah.
Kepala otoritas imigrasi Prancis, Didier Leschi, menuturkan kepada AFP bahwa evakuasi wanita-wanita Afghanistan itu dilakukan berdasarkan perintah presiden.
“Perhatian khusus diberikan kepada para perempuan yang terancam oleh Taliban karena mereka memegang posisi penting dalam masyarakat Afghanistan… atau memiliki kontak dekat dengan Barat,” sebut Leschi.
“Ini menjadi kasus bagi lima wanita yang akan tiba hari ini,” ucapnya dalam pernyataan pada Senin (4/9) waktu setempat.
Wanita-wanita Afghanistan yang ditampung Prancis itu mencakup mantan direktur universitas, mantan konsultan LSM, mantan presenter televisi dan guru di sekolah rahasia yang ada di Kabul. Salah satu wanita itu juga didampingi oleh tiga anak.
Kelima wanita yang dievakuasi ke Prancis ini sebelumnya tidak bisa meninggalkan Afghanistan melalui transportasi udara ke negara-negara Barat ketika Taliban mulai berkuasa tahun 2021 lalu. Mereka kabur ke Pakistan untuk mencari perlindungan sementara.
Dari sana, sebut Leschi, otoritas Prancis mengatur proses evakuasi mereka. Begitu wanita-wanita Afghanistan itu tiba di Prancis, mereka akan didaftarkan sebagai pencari suaka dan diberi tempat tinggal sementara, sembari permohonan status pengungsi mereka dipertimbangkan otoritas setempat.
Lebih lanjut, Leschi mengatakan bahwa evakuasi semacam itu ‘kemungkinan akan terulang kembali’ untuk wanita-wanita Afghanistan lainnya dengan profil serupa.
Namun, kepala LSM Prancis Terre D’Asile, Delphine Rouilleault, menyebut evakuasi itu ‘bukan hasil keputusan politik’ namun diupayakan ‘setelah perjuangan keras’ untuk mendapatkan visa bagi wanita-wanita itu.
Kelima wanita itu awalnya akan ditempatkan di sebuah pusat yang dikelola oleh Terre D’Asile, yang selama berbulan-bulan mengevakuasi lebih banyak perempuan dari Afghanistan yang menghadapi situasi serupa. Rouilleault menyatakan ‘ratusan’ perempuan Afghanistan kini ‘bersembunyi’ di Pakistan. (*/UT)