SuarIndonesia — Pemerintah Prancis menganggap pemakaian abaya oleh beberapa siswi Muslim di sekolah-sekolah Prancis sebagai ‘serangan politik’. Hal itu menjadi alasan pemerintah Prancis melarang pemakaian abaya oleh siswi-siswi Muslim di sekolah-sekolah yang ada di negara yang menganut sekulerisme tersebut.
Seperti dikutip detikNews dari AFP, Senin (28/8/2023), Menteri Pendidikan Prancis Gabriel Attal mengumumkan pada Minggu (27/8) waktu setempat bahwa gaun panjang yang berasal dari Timur Tengah itu tidak lagi diperbolehkan untuk dikenakan di sekolah saat semester baru dimulai pekan depan, karena itu melanggar hukum sekuler.
Abaya merupakan busana berbentuk gaun panjang yang banyak dikenakan wanita Muslim di berbagai belahan dunia, terutama di Timur Tengah dan Arab. Abaya juga kerap disebut sebagai ‘gamis Arab’ di Indonesia.
Dalam penjelasannya, juru bicara pemerintah Prancis Olivier Veran mengatakan bahwa abaya ‘jelas’ merupakan pakaian keagamaan, dan itu menjadi ‘serangan politik, tanda politik’ yang dipandangnya sebagai tindakan ‘menyebarkan agama’ atau berupaya mendorong orang lain untuk masuk Islam.
“Sekolah itu sekuler. Kami mengatakannya dengan sangat tenang namun tegas: sekolah bukanlah tempat untuk itu (mengenakan pakaian keagamaan),” tegas Veran kepada saluran televisi setempat, BFM TV.
Pada Senin (28/8) waktu setempat, Attal mengatakan bahwa pemerintah dengan tegas menyatakan abaya ‘tidak pantas dikenakan di sekolah-sekolah’.
“Sekolah-sekolah kita sedang diuji. Beberapa bulan terakhir, pelanggaran terhadap peraturan sekuler kita telah meningkat secara pesat, khususnya terkait penggunaan pakaian keagamaan seperti abaya atau gamis yang masih terjadi — dan tetap ada — di beberapa tempat,” ucapnya kepada wartawan setempat.
Keputusan Attal melarang pemakaian abaya di sekolah-sekolah telah memicu perdebatan terbaru soal aturan sekuler yang berlaku di Prancis, dan soal apakah aturan itu digunakan untuk mendiskriminasi minoritas Muslim di negara tersebut.
Undang-undang yang diberlakukan sejak Maret 2004 di Prancis itu melarang ‘penggunaan tanda atau pakaian oleh para siswa yang seolah-olah menunjukkan afiliasi agama’ di sekolah-sekolah.
Aturan ini juga berlaku untuk tanda salib berukuran besar yang dipakai umat Kristen, juga kippa umat Yahudi dan hijab umat Muslim.
Terlepas dari itu, konstitusi Prancis menjamin hak setiap warga negara untuk menjalankan agama secara bebas, meskipun konstitusi juga mewajibkan negara dan pegawai negeri untuk menghormati netralitas.
Larangan pemakaian abaya di sekolah kemungkinan besar akan menghadapi gugatan hukum, dan bisa memicu kesulitan bagi otoritas sekolah yang harus memutuskan kapan pemakaian abaya berubah dari pilihan busana pribadi menjadi sikap keagamaan. (*/UT)