SuarIndonesia – Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina akan menjalani penyuntikkan perdana vaksin di wilayah Kota Banjarmasin pada Kamis (14/01/2021) pagi.
Hal tersebut dilakukan sesuai dengan instruksi dari Pemerintah Pusat yang menyerukan agar setiap Kepala Daerah untuk menjadi orang pertama yang divaksin Covid-19.
Seperti diketahui. Presiden RI, Joko Widodo, telah menjalani penyuntikkan vaksin yang diharapkan menjadi salah satu jalan keluar untuk menyudahi pandemi Covid-9.
Sedangkan di Kota Banjarmasin sendiri, vaksinasi pertama akan dijalani oleh Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina, pada besok hari, Kamis (14/01/2021) pagi, di Dinas Kesehatan (Dinkes) Banjarmasin.
Sehingga Ibnu Sina secara seremonial, akan menjadi orang pertama yang divaksin di Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan, sebelum Tenaga Kesehatan (Nakes) yang menjadi prioritas.
“Saya siap lahir batin. Mohon dukungannya, kami bersama Forkopimda akan menjalani vaksin pertama. Semoga apa yang kita lakukan menjadi salah satu ikhtiar kita dalam menanggulangi wabah Covid-19 ini,” ucapnya pada awak media, di Lobby Balai Kota Banjarmasin, Rabu (13/01/2021) pagi.
Menurutnya, keputusan untuk menjadi yang pertama di vaksin tersebut merupakan bagian dari contoh yang dimandat langsung dari Pemerintah Pusat untuk melakukan vaksinasi pertama.
“Apalagi izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah keluar,” ujarnya.
orang nomor satu di Bumi Kayuh Baimbai itu menambahkan, bersamaan dengan dirinya, saat penyuntikkan vaksin perdana besok nanti, juga ada 10 hingga 15 orang di antaranya yang dilibatkan untuk melakukan vaksinasi buatan Sinovac tersebut.
“Pelaksanaan vaksinasi disosialisasikan pada unsur masyarakat, agar lebih memahami akan manfaat dari vaksin,” tutupnya.
Lantas, mengapa Kepala Daerah yang harus menjadi orang pertama penerima vaksin?
Tim Pakar Covid-19 dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Hidayatullah Muttaqin menjelaskan, suntik pertama vaksin Covid-19 kepada kepala daerah bisa membantu meningkatkan kepercayaan publik terhadap vaksin.
Hanya saja, ia menekankan bahwa yang paling penting adalah kehadiran kepala daerah dalam penanganan pandemi Covid-19 dalam bentuk kebijakan yang baik dan cepat, maupun dari sisi leadership penanganan pandeminya.
“Jangan sampai euforia dengan vaksin seolah pandemi akan selesai, sehingga penerapan protokol kesehatan dan 3T menjadi lemah. Termasuk mobilitas penduduk yang tidak dikendalikan,” ungkapnya pada awak media melalui pesan singkat.
Menurutnya, persoalan awal adalah buruknya komunikasi pemerintah kepada publik soal vaksin. Termasuk impor vaksin yang dilakukan saat hasil uji klinis tahap 3 belum ada, belum ada izin BPOM, dan sertifikasi halal dari MUI.
Namun, sekarang vaksin sudah dinyatakan halal oleh MUI dan BPOM juga sudah mengeluarkan izin darurat vaksin. Artinya vaksin secara teknis sudah memenuhi syarat.
“Itulah yang menimbulkan keraguan publik. Makanya kebijakan pemerintah harus dilakukan secara transparan dan terukur,” pungkasnya.(SU)