SuarIndonesia – Kesaksian para kontraktor yang mendapatkan pekerjaan dari Pemerintah Kabupaten HSS (Hulu Sungai Tengah) seirama kalau menyerahkan fee melalui Ketua Kadin setempat H Fauzan Rifani.
Menurut mereka jumlah bervariasi antara 5 dan tertinggi 10 persen dari nilai proyek dan umumnya diserahkan kepada Fauzan Rifani selaku Ketyua Kadin HST, secara kontan.
Kesaksian para kontrak tersebut disampaikan pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Rabu (8/3/2023) dengan terdakwa mantan Bupati HST Abdul Latief, yang diduga melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Dari lima saksi yang dipanggil, tiga diantaranya merupakan keluarga yakni Wakil Ketua DPRD Hulu Sungai Tengah (HST) Hendra Suriadi (H. Asoy) yang tidak dapat hadir karena sakit.
Alfian Hidayat adik H. Asoy, dan Rahmadi Effendi (ayah H Asoy dan Alfian Hdayat, selain itu terdapat pula saksi Andi Cahaya Kusuman dan Yayan Alfian, serta Dipa Surya..
Para saksi secara juga menyebutkan pemberian fee tersebut agar tahun depan kembali mendapatkan pekerjaan.
“Kalau kami tidak membayar fee akan sulit mendapatkan proyek,’’ujar salah saksi Alfian Hidayat, di hadapan majelis hakim yang diketuai hakim Jamser Simanjuntak.
Menurut Alfian untuk mendapat proyek tersebut biasanya Faican yang memberitahu, dan prosedur lelang tetap dilakukan.
Sementara saksi Andi Cahaya Kusuma yang merupakan Dirut CV Prima Rosa selalu memberi fee secara kontan yang bisa diserahkan oleh adiknya kepada orang keercayaan terdakswa.
Yakni Ketua Kadin HST Fauzan Rifani.”Bukan rahasia lagi kalau di kalangan kontraktor Fauzan Rifani adalah orang kepercayaan bupati.
Dan Fauzan pernah menyebutkan kalau dia memang kepercayaan orang nomor satu di HST,” katanya.
Sementara saksi Dipa Surya yang mempunyai tiga perusahan kontraktor di HST, mengatakan dalam mendapatkan pekerjaan adanya peran Fauzan Rifani.
“Selain dekat dengan Bupati Abdul Latif, diakui juga karena saya sering setor ke Fauzan Rifani,” akunya.
Sementara saksi H Rahmadi Effendi, lontarkan bahwa terdakwa itu dulu orangnya berani sehingga disebut sebagai preman, dan digelari sebagai “Majid Hantu”.
Tetapi pernyataan Rahmadi ini kemudian ditarik setelah penasihat hukum tedakwa menanyakan masalah istilah preman.
Seperti dietahui terdakwa mantan Bupati HST ini diseret oleh JPU Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), pasca divonis bersalah karena terbukti melakukan gratifikasi / suap pada tahun 2019, kembali berhadapan dengan “meja hijau” persidangan masalah TPPU .
Dalam dakwaan terdakwa Abdul Latif dikatakan telah menyamarkan hasil uang gratifikasi sebesar Rp 41 miliar lebih yang dia dapat dari jabatannya sebagai bupati tahun 2016 dan 2017.
Ssalah satunya dengan menggunakan nama orang lain yakni saksi Fauzan Rifani yang waktu itu menjabat sebagai Ketua Kadin HST.(HD)