Suarindonesia – Hampir 16 tahun lalu, tepatnya pada 9 Oktober 2003, mantan bomber Timnas Indonesia Cristian Gonzales memutuskan menjadi mualaf di Masjid Agung Al Akbar, Surabaya.
Kala itu Gonzales masih memperkuat PSM Makassar dan tinggal di mes pemain bersama sang istri, Eva Gonzales. Setiap hari Eva selalu menjalankan ibadah sebagaimana mestinya umat Muslim.
Setiap kali salat Eva selalu meminta izin kepada Gonzales dengan memberikan ruang yang bersih untuk menggelar sajadah dan salat. Meski heran awalnya, Eva tidak mau memaksa suaminya untuk mengikutinya salat.
Menurut Eva, Gonzales bukanlah tipikal orang yang mau dipaksa dan didikte. Sebab itu Eva melakukan cara lain yang untuk mendorong Gonzales mengikuti ajaran agamanya dengan cara yang positif.
“Waktu itu tinggal di mes PSM. Saya salat lalu zikir dan Gonzales selalu melihat saya beribadah. Kalau sekitar jam 4 pagi dia bilang di masjid ada nanyi-nanyi. Saya bilang itu bukan nanyi, itu azan untuk mengajak orang salat,” kata Eva dalam perbincangan kepada CNNIndonesia.com.
Rasa ingin tahu Gonzales tentang Islam kian hari makin besar. Terlebih, mantan pemain Persib Bandung dan Arema FC itu sangat tertarik ketika mengetahui Islam adalah agama yang mengutamakan kebersihan.
“Dia senang apa-apa bersih. Sampai akhirnya dia mau masuk Islam dengan keinginannya sendiri, tanpa paksaan,” ucap Eva.
Gonzales pun punya nama Islam, Mustafa Habibi. Mustafa adalah guru yang mengislamkan pesepakbola naturalisasi asal Uruguay itu di Surabaya. Sedangkan Eva menambahkan Habibi dibelakang Mustafa yang berarti cintanya untuk Gonzales.
Eva mengakui sebagai mualaf, Gonzales masih belum 100 persen bisa menjalani perintah agama. Banyak hal yang masih perlu dipelajari El Loco. Meski tak pernah cerita, Eva selalu melihat ada Al-quran kecil dan tasbih di dalam tas yang sering dipakai Gonzales sehari-hari. Buat Eva itu jadi tanda kalau Gonzales percaya dan selalu mengingat Allah.
“Namanya mualaf, dia terus berusaha memperbaiki. Paling penting dia percaya Allah. Kami juga di Mojosari ada ibu angkat Gonzales sekaligus guru kami, Hajah Fatimah yang selalu mengingatkan,” ucap Eva.
Jelang puasa Ramadan 2019, Gonzales disebut sangat antusias. Terutama membersihkan rumah untuk menyambut datangnya bulan suci umat Islam ini.
“Kebetulan dia dapat libur sampai tanggal 8 [Mei]. Jadi dari kemarin dia antusias mau puasa bersih-bersih rumah. Kadang puasanya juga masih bolong, tapi setelah lebaran dia berusaha bayar puasanya.”
“Kalau puasa bolong itu kadang karena lupa dan kebablasan. Bangun pagi terbiasa minum kopi. Saya pas lihat saya tegur ‘Loh, kan puasa!’. Baru ketawa dan bilang kalau lupa,” ujar Eva.
Musim ini mantan striker Timnas Indonesia itu memantapkan kakinya untuk hijrah ke klub Liga 2, PSIM Yogyakarta. Ia dikontrak selama satu musim bersama Laskar Mataram sampai Desember 2019. Ada beberapa hal yang akhirnya membuat keputusan pindah harus diambil Gonzales yang musim lalu memnela PSS Sleman.
“Gonzales dilepas PSS karena di dalam tubuh klub itu ada dua kubu. Lalu kami ditawari pindah ke Bogor. Tapi tidak lama setelah itu, CEO Bogor FC [Effendi Syahputra] mengundurkan diri dan pindah ke PSIM. Jadi kami ikut Pak Effendi pindah ke PSIM, ikut gerbong,” kata Eva.
Eva menganggap kepindahan ini ada bagusnya buat Gonzales. Terlebih, striker yang kini sudah 42 tahun itu senang punya pengalaman baru. Selain itu, Eva memprediksi di kompetisi Liga 2 secara administrasi jarang diberitakan telat dalam hal gaji bulanan. Belum lagi para fan di Liga 2 cukup antusias menerima kehadiran Gonzales di kompetisi kasta kedua sepak bola Indonesia tersebut.
“Tidak apa-apa di Liga 2, gantinya lebih besar. Kami masuk PSS saja masih ada klub Liga 1 yang nyicil [bayar gaji],” ucap Eva.(CNNIndonesia/RA)