SuarIndonesia – Aksi penolakan mewarnai Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi dan Penetapan Hasil Penghitungan Suara Tingkat Kota Banjarmasin yang digelar KPU kota Banjarmasin di salah satu hotel, Selasa (15/12/2020) kemarin.
Penolakan tersebut datang dari Saksi Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Banjarmasin Ananda-Mushaffa (AnandaMu) nomor urut 4.
Saksi AnandaMu enggan memberikan tanda tangan dan menyatakan sikap penolakan dengan mengisi blanko kejadian khusus.
Ketua Bidang Data dan Saksi Tim Pemenangan AnandaMu, Ahmad Muhajir mengatakan, hal itu dipituskan menyusul adanya tiga poin keberatan yang disampaikannya.
Pertama, pihaknya mengindikasi adanya proses perhitungan di tingkat KPPS yang perlu untuk dicermati. Terdapat perbedaan jumlah suara sah dan surat suara tidak sah.
“Tidak sama dengan jumlah pemilih yang hadir. Itu terdapat di dua TPS,” ungkapnya di sela rapat pleno.
Ia menjelaskan, dua TPS yang dimaksud adalah TPS 11 kelurahan Belitung Utara, Kecamatan Banjarmasin Barat, di mana pemilih yang hadir ada 162 orang, namun ketika dihitung, surat suara sah dan tidak sah jumlahnya 170, selisih 8 suara.
Kemudian TPS 12 Teluk Tiram, yang juga terletak di Kecamatan Banjarmasin Barat. Jumlah pemilih yang hadir 191 orang, namun surat suara sah dan tidak sah ada 237, selisih 46 suara.
Ia mengaku bahwa saksi AnandaMu sempat meminta agar kotak suara tersebut dibuka untuk memastikan apa penyebab sampai terjadi selisih, namun sayangnya permohonan mereka ditolak.
“Ini bukan soal kalah dan menang. Kami ingin menghadirkan politik bersih, jujur, adil. Tadi kami minta dua TPS ini disinkronkan seperti TPS lain, karena bisa saja ada kesalahan dalam menginput, human error, atau pemilih siluman,” jelasnya.
Pasalnya, pihaknya tidak ingin berasumsi yang macam-macam terkait hal itu. “Jadi tadi kami usulkan untuk membuka kotak suara agar bisa diketahui bersama mengapa sampai terjadi selisih. Tapi permohonan kami tidak diakomodir,” sesal Muhajir.
Selain itu, Muhajir juga mempertanyakan implementasi dari PKPU nomor 18 tahun 2020 Pilkada Kota Banjarmasin, di mana pemilih wajib membawa undangan dan KTP elektronik ketika ke TPS.
Namun, dalam panduan KPPS, pemilih sudah diperkenankan memilih dengan hanya membawa undangan, tanpa harus membawa KTP elektronik.
“Ini menjadi pertanyaan, bagaimana KPPS memastikan bahwa undangan yang dibawa tersebut asli punya dia? Sementara bukti otentik berupa KTP yang memuat nama dan foto wajah. Tadi dijawab oleh KPU, bahwa petugas KPPS mengenali pemilih. Bayangkan dengan DPT yang jumlahnya banyak, apakah kenal semua? Ini berbahaya kalau ada yang menyalahgunakan,” papar Muhajir.
Tidak habis sampai di situ, Muhajir juga mengkritisi kelanjutan usai pencoblosan. Menurutnya, setelah selesai pencoblosan, dilakukan perhitungan orang yang hadir di TPS.
Dari situ akan diketahui berapa DPT yang hadir. Selanjutnya diberitahukan kepada saksi yang hadir.
“Tapi kenyataannya hal itu tidak ditunjukkan kepada saksi yang hadir,” tandasnya.
Lebih jauh, Muhajir mengungkapkan, pihaknya akan menyerahkan perkara ini ke Bawaslu Kota Banjarmasin. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Sembari menunggu tanggapan Panwaslu, kami akan melakukan konsultasi dengan tim pemenangan kami terkait langkah apa yang akan diambil selanjutnya. Bisa jadi ke Mahkamah Konstitusi (MK), kita lihat nanti bagaimana perkembangannya,” pungkasnya.(SU)