SuarIndonesia — Menteri Luar Negeri (Menlu) Libya Najla al-Mangoush dipecat oleh Perdana Menteri (PM) Abdelhamid Dbeibah, sebagai buntut dari pertemuan dengan Menlu Israel Eli Cohen yang memicu kontroversi. Pertemuan kedua Menlu bahkan memicu unjuk rasa di negara yang tidak mengakui Israel tersebut.
Seperti dilansir AFP, Selasa (29/8/2023), Libya yang kaya akan minyak ini terjerumus ke dalam kekacauan setelah diktator Muammar Khadafi digulingkan dan dibunuh dalam pemberontakan yang didukung oleh NATO tahun 2011 lalu.
Negara ini semakin terpecah sejak tahun 2014 antara pemerintahan PM Dbeibah di Tripoli yang didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan pemerintah saingannya yang berbasis di wilayah timur Libya.
Sejumlah analis yang berbicara kepada AFP tampaknya setuju dengan asumsi bahwa Mangoush menjadi ‘kambing hitam’ atas keputusan yang sebenarnya diambil oleh pemerintah saingan yang berbasis di wilayah timur Libya itu. Pertemuan dengan Israel itu, menurut para analis, masih berkaitan dengan upaya Amerika Serikat (AS) untuk menekan lebih banyak negara Arab agar menormalisasi hubungan dengan Tel Aviv.
Saluran berita lokal Al-Ahrar, yang mengutip sumber pemerintah Libya, menyebut Mangoush dipecat setelah pertemuan pekan lalu di Roma dengan Cohen.
Kedutaan Besar Palestina di Tripoli juga melaporkan pemecatan Mangoush, dengan menyebut bahwa hal itu telah diumumkan oleh PM Dbeibah yang berkunjung ke misi diplomatik itu pada Senin (28/8/2023) waktu setempat.
PM Dbeibah, menurut Kedutaan Besar Palestina, juga menyatakan ‘penolakan terhadap normalisasi dengan Israel’ dan menyampaikan dukungan penuh untuk rakyat Palestina.
Pertemuan kontroversial antara Mangoush dan Cohen memicu unjuk rasa di Tripoli dan beberapa kota lainnya pada Minggu (27/8/2023) malam. Para demonstran bahkan memblokir ruas jalanan dengan ban yang dibakar dan mengibarkan bendera Palestina dalam aksinya.
Sebelum berkunjung ke Kedutaan Besar Palestina, pemerintahan PM Dbeibah menyebut Mangoush ‘dinonaktifkan sementara dan sedang menjalani penyelidikan administratif’ saat Cohen di Israel mengonfirmasi pertemuan itu memang terjadi.
Keberadaan Mangoush tidak bisa dipastikan pada Senin (28/8) waktu setempat, setelah beberapa laporan media sosial menyebut dia terbang ke Turki saat unjuk rasa berlangsung.
Badan Keamanan Dalam Negeri Libya (ISA) menyatakan Mangoush tidak diizinkan meninggalkan negara itu dan kini namanya masuk dalam ‘daftar larangan bepergian’ sembari menunggu penyelidikan berlangsung. Namun kantor berita Turki, Anadolu, yang mengutip beberapa sumber keamanan menyebut Mangoush telah berangkat ke Istanbul menyusul kehebohan diplomatik yang terjadi.
Kementerian Luar Negeri Libya, dalam pernyataannya, membela pertemuan Mangoush dan Cohen itu sebagai ‘pertemuan yang kebetulan dan tidak resmi’.
Dijelaskan juga oleh Kementerian Luar Negeri Libya bahwa Mangoush sendiri telah menegaskan kembali ‘secara jelas dan tidak ambigu soal posisi Libya mengenai perjuangan Palestina. Kementerian Luar Negeri Libya menuduh Israel berusaha ‘mengesankan insiden ini’ sebagai sebuah ‘pertemuan atau pembicaraan’.
Menlu Libya Dinilai Hanya Jadi ‘Kambing Hitam’
Pakar isu Libya, Anas El Gomati, dari Sadeq Institute menyebut PM Dbeibah, kemudian tokoh kuat militer Khalifa Haftar yang menjadi saingannya dan parlemen yang berbasis di Libya bagian timur, semuanya mengetahui pertemuan kontroversial itu sejak awal.
“Mereka menggunakan Menteri Luar Negeri perempuan pertama di Libya sebagai kambing hitam atas keputusan yang diambil oleh mereka semua,” sebut Gomati dalam pernyataannya, seperti dikutip detikNews dari AFP, Selasa (29/8/2023).
“Ini bukan soal politik. Ini jelas-jelas merupakan kambing hitam,” cetusnya.
Analis isu Libya lainnya, Jalel Harchaoui, menilai bahwa keberlangsungan pemerintahan PM Dbeibah dipertaruhkan dan pertemuan kontroversial itu sebenarnya dipicu oleh ‘tekanan’ terhadap Libya dari PBB maupun AS.
Harchaoui menilai PM Dbeibah ‘mencoba untuk memainkan diplomasi tetap gagal, karena dia tidak mengevaluasi dengan benar’ tanggapan warga Libya yang menentang hubungan dengan Israel. (*/UT)