SuarIndonesia – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin menolaj sepenuh eksepsi terdakwa H Abdul Latif, mantan Bupati HST (Hulu Sungai Tengah) maupun eksepsi yang diajaukan tim penasehat hukumnya.
Majelis hakim yang diketuai Jamser Simanjuntak, pada sidang lanjutan di pengadilan tersebut, Rabu (1/2/2023), beranggapan dalam amar putusannya
kalau dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK RI yang dikomandoi Hari SH sudah memenuhi syarat formil dan lengkap.
“Surat dakwaan JPU sudah cermat, jelas atau tidak kabur (obscuur libel-red) sesuai dengan Pasal 143 ayat (2) huruf a dan b KUHAP. Menolak eksepsi yang diajukan kuasa hukum para terdakwa seluruhnya,” kata Jamser.
Dengan penolakan tersebut majelis meminta kepada JPU yang mendatangkan saksi dalam proses persidangan.
Menurut Hari, terdapat 90 orang saksi yang akan diajukan dalam sidang mendatang, dan tahap pertama mungkin akan diajukan tujuh orang saksi.
Sementara terdakwa Abdul Latif yang berada di LP Suka Miskin Bandung,, meminta kepada majelis hakim untuk menyampaikan bukti bukti kepemilikan kendaraan yang di sita oleh KPK.
Menanggapi hal tersebut, Jamser mengatakan ada waktu hak terdakwa untuk menyampaikan hal tersebut.
“Karena ini perkara TPPU, maka terdakwa wajib membuktikan harta kekayaannya bukan hasil tindak pidana, namun jaksa penuntut umum tetap diberikan beban untuk membuktikan unsur kesalahan terdakwa,” ujar Jamser.
Tentunya penyampaikan bukti bukti tersebut, nantinya setelah JPU selesai menghadirkan saksi saksi yang akan diajukan.
“Nanti ada waktu saudara melakukan pembuktian terbalik. Prosudernya kita dengarkan saksi-saksi dari jaksa dulu,” ucap Jamser.
Seperti diketahui terdakwa dalam kasus gratifikasi oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, di vonis selama tujuh tahun.
Dalam perkara yang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin menyangkut masalah tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam dakwaannya JPU menyebutkan kalau terdakwa Abdul Latif telah menyamarkan hasil uang gratifikasi sebesar Rp 41 miliar lebih yang dia dapat dari jabatannya sebagai bupati tahun 2016 dan 2017, salah satunya dengan menggunakan nama orang lain.
JPU pada sidang tersebut mendakwa terdakwa didakwa melanggar pasal 12 B juncto pasal 18 Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kemudian dalam dakwaan kedua, JPU menjerat dengan pasal 3 Undang Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.(HD)