Suarindonesia – Para orang tua penyandang disabilitas di Kalsel pada umumnya masih mengaku dianaktirikan. Padahal sebagai warga negara diatur dalam UU yang mendapatkan hak dan perluakuan yang sama tetapi pada prakteknya kerap dianaktirikan.
Hal itu diuangkap Sulzi Zikriilah yang meneceritakan bahwa anaknya yang tuna netra sangat sulit mendapatkan bangku pendidikan. Namun sekarang dengan aksesnya sebagai salah seorang dosen barulah bisa mengeyam pendikan seperti halnya warga disabilitas lainnya, ungkap Sulzi Zikriilah di sela-sela Forum Komunikasi Keluarga Anak Penyandang Disabelitas, di Rattan In Banjarmasin, Kamis (16/05/2019).
Hal senada juga diungkapkan Lilis Purnamawati untuk tetap menjaga anaknya mencari sekolah khusus penyandang disabilitas. Dengan kondisi begitu, Lilis menerangkan bahwa telah kerap kali bergonta-ganti tempat pendidikan, sebelum menetapkan hati di Sekolah Luar Biasa (SLB) Kota Banjarbaru.
“Anak penyandang disabilitas kurang perhatian pemerintah. Buktinya anak saya yang harus mencari sekolah khusus untuk menimba ilmu,” ujar Lilis sesambil menetaskan air matanya saat hadir di acara.
Padahal sebagai warga Kota Banjarbaru, Lilis hanya ingin anak keduanya tersebut mengenyam kursi pendidikan seperti anak normal lainnya.
Ketidakadilan yang dialamatkan terhadap anak Lilis, Muhammad Firdaus Pasha rupanya tidak dalam ruang lingkup pendidikan. Namun anak usia 7 tahun ini juga mendapatkan perlakuan di lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
Lilis kembali menyampaikan bahwa keluarga sekitar rumahnya kadang kurang menerima Firdaus saat berkunjung dalam rangka bermain dengan teman sebayanya.
“Anak saya sering diusir saat berteman ke tetangga, karena mereka beranggapan anak saya hanya merusak saja. Alhasil dia tidak mau keluar rumah saat pulang sekolah,” beber Lilis.
Kendati demikian, Lilis mengharapkan pemerintah pusat maupun daerah lebih memperhatikan kondisi anak kebutuhan khusus. Supaya, lanjutnya agar tidak ada lagi korban ketidakadilan dalam lingkungan masyarakat seperti yang dialami anaknya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kalsel, Husnul Khatimah telah berupaya agar pemerintah menjadi ujung tombak dalam memberikan fasilitasi kepada anak penyandang disabilitas. Bahkan juga supaya pemerintah menjadi sandaran segala keluh kesah orang tua.
“Pemerintah wajib memperhatikan keadaan mereka (penyandang disabilitas), makanya kita akan membikin UPTD tersendiri agar penanganan bisa lebih fokus melayani,” imbuhnya.
Dijelaskan, anak penyandang disabilitas harus diperhatikan, karena merupakan bagian anak bangsa Indonesia. Masyarakat tidak boleh lupa bahwa masa depan bangsa ada di pundak anak anak ini.
“Perhatian khusus harus diberikan agar para penyandang disabilitas bisa memiliki bekal dalam bermasyarakat,” ujarnya.
Ia mengatakan, peran serta pihak SKPD sangat diperlukan dalam konsentrasi memberikan pelayanan terbaik bagi penyandang disabilitas. “Anak penyandang disabilitas juga berhak untuk memperoleh pendidikan bagaimanapun kondisi dan situasi mereka,” terangnya.
Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPA Nahar juga tak membantah. Ia mengakui memang dari 1,5 juta penyandang disabilitas yang sekolah baru separuhnya, sehingga hal inilah yang menjadi tantangan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menggelar Forum Komunikasi Keluarga Anak Penyandang Disabilitas.(SU)