SuarIndonesia – Kesaksian yang disampaikan hanya mendengar-dengar dan tidak menyaksikan atau melihat secara langsung, ini nilai pembuktian kurang berbobot, tetapi dalam hal ini majelis hakimlah yang akan menilainya.
“Seharusnya saksi jangan hanya mendengar tetapi melihat langsung dengan mata kepala sendiri, baru kesaksian punya bukti yang kuat,’’ beber Khairul Huda saksi ahli pidana dalam perkara terdakwa mantan Bupati Tanbu (Tanah Bumbu) Mardani H Maming, pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Kamis (22/12/2022).
Menyangkut pasal yang dituduhkan kepada terdakwa, saksi mengatakan karena ini masalah suap menyuap.
Maka secara mutlak harus ada pemberi dan penerima dan titik kelemahannya dalam perkara terdakwa Mardani ini adalah si pemberinya sudah meninggal dunia.
Sementara saksi ahli bidang perdata Muhammad Faujiin guru besar di salah satu perguruan tinggi di Surabaya menyebutkan perusahaan Perseroan Terbatas (PT) yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Azazi Manusia (Kemenkumham) tidak mungkin bodong.
“Untuk membentukan sebuah PT harus setor dana minimal Rp 50 juta dan semuanya itu harus dilengkapi dengan bukti bukti setor.
Kalau tidak, mungkin ijin dari kementerian tersebut tidak bakal keluar,’’ujar saksi di hadapan majelis hakim yang diketuai hakim Heru Kuntjoro dengan didamping hakim hakim Jamser Simanjuntak, Harois Buwono, Ahmad Gawie dan Arif Winarno.
Soal adanya perjanjian antara dua perusahaan menurut saksi hal yang biasanya dan kedua belah pihak akan menjalankan isi perjanjian tersebut, sesuai yang ada dalam perjanjian.
Disisi lain ia mengatakan untuk menjalankan suatu perusahaan tidak bisa dicampuri orang lain dan itu adalah wewenang direksi.
Orang luar hanya bisa memberikan nasihat itupun bisa diteriamatau tidak.
Dibagian lain saksi juga mengatakan untuk pembagian deviden, bisa saja setiap bulan dan itu wewenang direksi dan nanti dalam rapat umum pemegang saha, maka yang menerima bulan akan dikurangi.
“Rapat tersebut berdasarkan ketentuan dilaksanakan setahun sekali, selain itu direksi juga bisa pinjam uang perusahaan yang akan di potong setiap bulan dari gaji yang diterimannya,’’beber saksi
Dalam dakwaan yang disampaikan JPU KPK, terdakwa di duga menerima hadiah dari pengusaha untuk pengalihan Ijin Usaha Pertambangan (IUP).
Berdasarkan ketentuan kealihan IUP tersebut tidak diperbolehkan, tetapi terdakwa tetapi mengabulkan pengalihan tersebut.
Hadiah yang diterima terdakwa berasl dari Pimpinan PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN), Almarhum Hendry Setyo, yang dilakukan secara bertahap dengan nilai Rp 118 M lebih, dalam rentang tahun 2014 hingga tahun 2020.
Pengaliran dana tersebut diduga disamarkan dalam sejumlah transaksi korporasi antara PT PCN dengan sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani.
Dugaan suap itu diduga didasari atas jasa terdakwa yang disebut turut berperan dalam pengambilalihan IUP operasi dan produksi dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) kepada PT PCN Tahun 2011.
Jaksa Penuntut Umum KPK, M Asri Irwan dalam dakwaannya menyebutkan kalau terdakwa didakwa alternatif pertama melanggar pasal 12 huruf b Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan alternatif kedua melanggar pasal 11 Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (HD)
908 kali dilihat, 1 kali dilihat hari ini