SuarIndonesia -Akbar Fadli terdakwa dugaan korupsi pengadaan “kursi rapat dan kursi tunggu” di Kecamatan, Kelurahan, Desa dan Puskesmas di Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu), menjalani sidang perdana, Rabu (21/4/2021).
Sidang digelar di Pengadilan Tipikor (Tindak PIdana Korupsi) Banjarmasin, dengan Majelis Hakim di Ketuai, Jamser Simanjuntak.
Sidang Akbar Fadli secara virtual melalui sambungan Aplikasi Zoom.
Dalam persidangan perdana, Akbar Fadli didampingi kuasa hukumnya, Syafruddin Laupe yang hadir secara langsung di ruang sidang.
Jaksa juga tidak menampik bahwa perkara tersebut berkaitan dengan kasus yang menyeret mantan Sekda Kabupaten Tanbu yang juga dijadikan tersangka dan sudah ditahan oleh Kejari Tanbu, Senin (19/4/2021) lalu.
Pada sidang perdana ini, Jaksa Penuntut Umum, Wendra Setiawan membacakan dakwaannya.
Wendra yang juga merupakan Kasi Pidsus Kejari Tanbu ini mendakwa Akbar Fadli melakukan tindak pidana seperti yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
JPU dalam dakwaannya terhadaop terdakwa melaksanakan dan mengkoordinasikan pengadaan kursi rapat dan kursi tunggu tidak tepat.
Karena terdakwa yang saat itu berstatus pegawai tidak tetap di Pemkab Tanbu bukan merupakan pejabat pembuat komitmen sehingga tidak memiliki kewenangan tersebut.
“Terdakwa seakan-akan menjalani fungsi sebagai pejabat pembuat komitmen dengan membuat dan menyusun dokumen kontrak sebagai pejabat pelaksana teknis kegiatan dengan melaksanakan dan mengkoordinasikan kegiatan pengadaan baik di kecamatan, kelurahan puskesmas dan desa,” ucap JPU.
Menurut Jaksa Penuntut Umum, ada kerugian negara yang ditimbulkan dari dugaan tindak pidana korupsi tersebut yang nilainya mencapai lebih dari Rp 1,8 Miliar.
Majelis Hakim menjadwalkan sidang lanjutan dengan agenda pembacaan eksepsi dari terdakwa pada Rabu mendatang (28/4/2021).
Sedangkan kuasa hukum terdakwa Akbar Fadli yaitu Syafruddin Laupe ditemui usai sidang mengatakan, mendapati beberapa poin yang tidak disepakatinya dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Syafruddin menilai ada kejanggalan dalam kronologis perkara yang menyeret kliennya.
“Penetapan tersangka lebih dahulu baru dilakukan audit dan itu pun audit inspektorat bukan dari BPKP. Itu lah kejanggalan dakwaan dan proses ini,” kata Syafruddin.
Poin-poin itu lah kata dia yang juga akan dijadikan poin dalam eksepsi atas dakwaan Jaksa dalam persidangan selanjutnya. (ZI)