SuarIndonesia – Terdakwa Mardani H Maming diisebut terima Fee Rp 10 ribu per metrik ton batubara, dan pula .JPU (Jaksa Penuntut Umum) KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mencecar pertanyaan terhadap sejumlah saksi soal proses IUP batubara.
Pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin (17/11/2022) , terdakwa Mardani H Maming tetap mengikuti sidang secara virtual di gedung KPK, Jakarta.
JPU menghadirkan enam orang saksi terdiri Bambang Setiawan (mantan Komisaris PT Prolindo Cipta Nusantara 2010-2015), Mulyadi (PNS Pemkab Tanah Bumbu), dan Eko Handoyo (PNS sekretariat BPKAD dan eks staf seksi Bimbingan Pertambangan Tanah Bumbu).
Kemudian, Abdul Haris (penanggung jawab pembangunan pelabuhan dan operasional PT Angsana Terminal Utama), Gunawan Hardjito (Kabid Pertambangan Mineral Batubara Dinas ESDM Kalsel), dan Bambang Herwadi (eks seksi Bimbingan Pertambangan Pemkab Tanah Bumbu).
Sejogya mengajukan delapan orang saksi, tetapi karena dua saksi tidak, maka kesaksiannya dua lainnya diundur yakni tersebut SurosoHadi Cahyo dan Ideham Chalik.
Saksi Abdul Haris yang merupakan karyawan dari PT PCN bahwa sepengetahuannnya terdakwa dalam hal hal ini buptai Tanah Bumbu menerima fee Rp.10.000/metriuk ton batubara yang dikeluarkan melalui pelabuhan khusus yang dikelola oleh PT Angsana Terminal Utama (ATU).
Abdul Haris tahu ada akta perubahan kepemilikan pelabuhan batubara PT Angsana Terminal Utama (ATU) milik PT PCN dan PT Trans Surya Perkasa (TSP) pada 2012.
“PT TSP kepemilikannya di pak bupati, itu keterangan dari pak Henry. Pernah disampaikan untuk yang merefleksikan 30 persen itu 10 ribu per metrik ton untuk bupati.
Saat itu produksi barubara 150 ribu ton per bulan. Henry Seotio mengatakan untuk bupati Tanah Bumbu. Mau untung berapa, rugi berapa, 10 ribu ke bupati,” ucap Abdul Haris
Abdul Haris juga mendengar terdakwa Mardani Maming pernah meminta jam tangan Richard Mille yang dipakai Henry Seotio saat mendatangi Bupati Mardani H Maming. Cerita ini Abdul Haris dengar dari Denny Gunawan, orang kepercayaan Henry Soetio.
“Ceritanya pak Denny pernah sekali menghadap bupati pak Mardani, pak Henry cerita soal jam. Tiba-tiba berkunjung ke kantor bupati, jamnya diminta,” ucap Abdul Haris.
Ia tahu Bupati Mardani Maming pernah sekali ke kantor PCN di Menara BCA, Jakarta. Selain itu, Henry Soetio meminta Abdul Haris menghubungi Rois Sunandar jika ada kendala di lapangan operasional PT ATU di Kabupaten Tanah Bumbu.
Menurut dia, PCN mulai bekerja tahun 2012 pakai alat sendiri, bukan pakai jasa kontraktor. Adapun PT ATU memiliki ijin pelabuhan terminal untuk kepentingan sendiri yang diteken oleh Kementerian Perhubungan dan ijin lokasi dari Bupati Tanah Bumbu.
Sementara terdakwa membantah kalau ia secara pribadi selaku bupati menerima fee Rp10.000,-/pertmetrik ton batubara yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dipimpin almarhum Hendri Setyo yakni PT PCN (PT Prolindo Cipta Nusantara) yang merupakan perubahan dari PT Bangun Karya Pratama Lestari.
“Semua itu tidak benar, sebab almarhum Hendri Setyo, selalu menyebut durunya bupati sekalipun ia sudah tidak aktif lagi sebagai bupati, semua fee yang diterima tersebut murni bisnis to bisnis,’’’tegas Mardani ketika diberikla kesempatan oleh ketua majelis hakim Heru Kuntjoro.
Salah satu saksi lainnya yaknio Bambang Setiawan yang merupakan pemasok modal dalam bisnis batui bara ini, secara teghas mengakui bahwa almarhum yang mengajak untuk berbisnis batubara, ternyata orang tidak tranparan, lebih lebih soal keuangan.
“Karenaulah almarhum yang tidak dapat di percaya ini kemudian ditahun 2013, saya mundur diperusahaan PT PCN tersebut,’’ katanya.
Namun ujarnya dia mengetahui dan melihat SK pengalihan izin dari PT BKPL ke PT PCN tahun 2011. Dimana SK ditandatangani oleh terdakwa Mardani H Maming.
Dipaparkan saksi, setelah mendapat SK izin pengalihan, PT PCN kemudian melakukan operasi pertambangan. Untuk pengangkutan batubara melalui
pelabuhan dilakukan oleh PT Angsana Terminal Utama (ATU).
Seperti pada sidang pertama, sidang kearon itu juga dijafa ketat oleh pihak Kepolisian dari Polresta Banjarmasin serta kendaraaa taktisnya.
Dalam dakwaan yang disampaikan JPU KPK pada sidang pertama tersebut, terdakwa di duga menerima hadiah dari pengusaha untuk pengalihan Ijin Usaha Pertambangan (IUP).
Berdasarkan ketentuan kealihan IUP tersebut tidak diperbolehkan, tetapi terdakwa tetap mengabulkan pengalihan tersebut. Hadiah yang diterima terdakwa berasl dari Pimpinan PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN), Almarhum Henry Soetio, yang dilakukan secara bertahap dengan nilai Rp118 M lebih, dalam rentang tahun 2014 hingga tahun 2020.
Pengaliran dana tersebut diduga disamarkan dalam sejumlah transaksi korporasi antara PT PCN dengan sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani.
Dugaan suap itu diduga didasari atas jasa terdakwa yang disebut turut berperan dalam pengambilalihan IUP operasi dan produksi dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) kepada PT PCN Tahun 2011.
Dari informasi pula untuk membuktikan dakwaan dugaan Korupsi Mardani H Maming, 43 saksi akan dihadirkan oleh JPU KPK. Ditambah tiga ahli akan dihadirkan.
Jaksa Penuntut Umum KPK, M Asri Irwan dalam dakwaannya menyebutkan kalau terdakwa didakwa alternatif pertama melanggar pasal 12 huruf b Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan alternatif kedua melanggar pasal 11 Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (HD/ZI)
2,842 kali dilihat, 1 kali dilihat hari ini