SuarIndonesia – Tensi politik jelang pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pilwali) Banjarmasin tahun 2020 kembali meningkat.
Pasalnya salah seorang pemuka agama (ustadz) terseret dugaan pelanggaran jelang PSU yang akan dilaksanakan pada Rabu (28/04/2021) tersebut.
Sebelumnya, beberapa saat yang lalu tim hukum dari pasangan calon (paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarmasin nomor urut 02 yakni Ibnu Sina-Arifin Noor kembali membuat laporan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banjarmasin.
Hal ini berkaitan dengan dugaan adanya aktivitas kampanye terselubung yang dilakukan oleh tim paslon Ananda-Mushaffa Zakir (AnandaMu) di salah satu kelurahan yang menjadi lokasi pelaksanaan PSU.
Tim dari paslon AnandaMu diduga melakukan kegiatan kampanye namun dikemas dengan kegiatan keagamaan dan diwarnai dengan ajakan memilih paslon dengan adanya pembagian bahan kampanye.
Dalam kegiatan tersebut, juga hadir seorang pemuka agama yang bahkan terindikasi melakukan black campaign (kampanye hitam) maupun ujaran kebencian hingga muatan sara.
Alhasil, Bawaslu Kota Banjarmasin bersama Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) setempat memproses laporan dengan terlapor I yakni Hj Ananda dan terlapor II adalah seorang ustadz
Ketua Bawaslu Banjarmasin, Muhammad Yassar membeberkan, setelah melakukan pemeriksaan termasuk memintai keterangan terhadap pelapor, terlapor hingga saksi-saksi akhirnya pihanya mengeluarkan beberapa keputusan.
Khususnya kasus untuk terlapor I yakni Hj Ananda tidak dilanjutkan alias dihentikan, sementara untuk terlapor II yakni laporan yang melibatkan seorang ustadz berlanjut ke kepolisian.
“Berdasarkan hasil pleno hingga tadi malam, untuk terlapor I yaitu Hj Ananda dihentikan karena unsurnya tidak terpenuhi. Kemudian untuk terlapor II kita teruskan ke penyidikan kepolisian,” ucapnya saat ditemui awak media, Rabu (21/04/2021) siang.
Pria dengan sapaan Yassar itu merincikan bahwa status untuk Ananda selaku terlapor I dihentikan karena yang bersangkutan tidak berinisiatif melakukan aktivitas kampanye dan juga tidak turut hadir dalam kegiatan kampanye terselubung tersebut.
Sedangkan untuk ustadz atau terlapor II justru sebaliknya yakni diduga kuat melakukan pelanggaran pidana kampanye hingga kemudian dilanjutkan ke penyidikan.
“Untuk terlapor I tidak terpenuhi unsurnya sehingga pidananya pun juga tidak terpenuhi. Dan untuk terlapor II menurut kita terbukti berinisiatif sendiri membagikannya (bahan kampanye), jadi dugaan kampanye di luar jadwalnya terang benderang. Dan ancaman hukuman kurungan 15 hari sampai tiga bulan lamanya,” jelasnya.
Yasar menjelaskan bahwa status pelanggaran yang diteruskan ke penyidikan dan dilakukan oleh ustad tersebut lebih condong terkait dengan kampanye di luar jadwal.
“Memang paling kuat pembuktiannya terkait dugaan kampanye di luar jadwal. Sementara untuk dugaan pencemaran nama baik, isu sara dan sebagainya itu akan kita koordinasikan dengan kepolisian,” ujarnya.
Menurutnya, keputusan tersebut diambil lantaran dari minimnya waktu yang dimiliki Bawaslu daru sebuah laporan yang hanya maksimal 14 hari saja untuk prosesnya.
“Sedangkan untuk memproses laporan terkait kasus pencemaran nama baik, isu sara dan lainnya tadi tentu perlu waktu lebih lama misalnya memerlukan ahli bahasa, forensik dan sebagainya,”demikian Yasar.(SU)