SuarIndonesia — Pakar dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap sejumlah provinsi yang paling ketiban beban penyakit akibat polusi udara.
Hal itu terungkap lewat riset terkait beban penyakit akibat pencemaran udara yang dilakukan oleh Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN. Hasil riset itu mengungkap jenis polusi udara yang sangat erat berkaitan dengan tingginya beban penyakit adalah polusi udara dalam ruang (rumah tangga).
Sementara, polusi udara ambien (luar ruangan) tidak menunjukkan hubungan yang bermakna.
Dari situ, terdeteksi bahwa provinsi dengan beban penyakit akibat polusi udara tertinggi ada wilayah timur Indonesia.
Peringkat pertama ada Sulawesi Barat dengan angka polusi udara dalam ruang mencapai 2320,6, kemudian Maluku Utara (2308,1), Nusa Tenggara Timur (2241,9), Gorontalo (1985,3), dan Sulawesi Tengah (1845,2).
Kemudian Maluku (1820,1), Sulawesi Tenggara (1786,5), Nusa Tenggara Barat (1721,2), Papua (1589,5), dan Lampung (1422,4).
Dede Anwar Musadad, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN, mengatakan hasil analisisnya juga menunjukkan lima besar penyakit akibat polusi udara di Indonesia tahun 2019 secara berturut-turut adalah stroke, penyakit jantung iskemik, diabetes melitus, penyakit paru obstruktif kronis, dan neonatal disorders.
“Menurut umur, beban penyakit akibat polusi udara tinggi pada kelompok bayi baru lahir. Sedangkan menurut jenis kelamin, pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan,” kata Dede, seperti dikutip CNNIndonesia dari laman resmi BRIN, Kamis (2/5/2024).
Dari beberapa penelitian, terungkap tingginya penyakit saluran pernapasan pada anak dan balita terkait dengan tingginya pencemaran udara di dalam rumah tangga. Selain itu, ada kebiasaan ibu membawa bayi atau balita saat memasak di dapur, sehingga bayi dan balita terpapar asap.
Dede mengungkap analisis beban penyakit menggunakan metode Disability-Adjusted Life Years (DALYs) Loss, yang merupakan tahun hilang disebabkan karena disabilitas, kematian prematur, dan penyakit yang bisa melumpuhkan dan atau kecelakaan lalu lintas.
Sumber datanya diambil dari Global Burden of Disease, Injuries, and Risk Factor Study (GBD) 2010-2019 yang dilakukan International Health Metric & Evaluation (IHME).
Analisis tersebut dilakukan pada level nasional dan provinsi. Kemudian, analisisnya mengacu pada metode WHO untuk semua penyakit menurut tahun, provinsi, kelompok umur, dan jenis kelamin.
“Tingginya angka DALYs di masyarakat atau negara menunjukkan keadaan kualitas kesehatan yang tidak baik,” kata Dede.
Hasil analisis menunjukkan polusi udara merupakan faktor risiko lingkungan urutan pertama penyebab DALYS loss, baik pada 1990 maupun 2019.
Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapa Hidup
Hasil analisis ini juga menunjukkan bahwa penduduk Indonesia diperkirakan akan kehilangan 2,5 tahun dari usia harapan hidup akibat polusi udara.
Air Quality Life Index (AQLI) Konsentrasi PM2,5 mencapai 34,3 µg/m³. Efek polusi rumah tangga baru terlihat dalam jangka waktu relatif lama, contoh alergi debu.
Ristirini, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN mengatakan banyak rumah tangga di Indonesia masih menggunakan bahan bakar yang berpolusi. Selain itu, polusi udara dari rumah tangga juga diakibatkan oleh asap rokok dan lainnya.
“Sumber dan kegiatan penyebab pencemaran udara di rumah tangga adalah dari asap rokok, asap kendaraan bermotor, gas dapur, debu, bahan kimia dari produk rumah tangga, bahan bakar untuk masak, dan pengelolaan sampah rumah tangga,” kata Ristrini.
“Adapun kegiatan yang menyebabkan peningkatan pencemaran udara di dalam rumah antara lain memasak, membersihkan debu, dan penggunaan produk kimia,” lanjutnya.
Ia menjelaskan untuk mencegah, mengendalikan, serta mengurangi sumber pencemaran dapat dilakukan dengan cara tidak merokok di dalam rumah, menggunakan kompor gas dengan peralatan pembakaran yang efisien.
Selain itu, penting juga memastikan ruangan tidak terlalu banyak dipenuhi oleh gas dapur, dan mencegah masuknya asap kendaraan bermotor ke dalam rumah (dari garasi).
“Upaya lain yang dapat dilakukan adalah membersihkan debu secara teratur dengan alat penyedot debu atau lap basah untuk mengurangi debu dalam rumah,” kata Ristrini.
“Kemudian menggunakan produk pembersih yang ramah lingkungan dan mengurangi penggunaan produk yang mengandung bahan kimia berbahaya serta menghindari atau mengurangi pengelolaan sampah dengan cara dibakar,” paparnya menambahkan.
Selain itu, bisa juga dengan memastikan ruangan memiliki ventilasi yang baik dengan menggunakan ventilasi alami, yaitu jendela atau ventilasi atap. Sedangkan untuk ventilasi buatan seperti kipas angin, exhaust fan untuk mengalirkan udara segar ke dalam ruangan. Mengeluarkan udara kotor dari dalam ruangan pun perlu dilakukan untuk pengendalian pencemaran udara.
“Lakukan pemeliharaan rutin pada peralatan rumah tanggan yang menggunakan bahan bakar (seperti kompor gas, pemanggang, pemanas air) untuk memastikan alat-alat tersebut berfungsi dengan baik dan tidak menghasilkan gas beracun. Gunakan purifier udara dengan filter HEPA untuk membersihkan udara dari partikel-partikel berbahaya di dalam rumah,” ujarnya.
Ia menambahkan tanaman hias tertentu juga dapat membantu menyaring udara di dalam ruangan, seperti tanaman palem, atau lidah mertua. Selain itu, penting juga menjaga kelembaban di dalam rumah agar tidak terlalu tinggi, karena kelembaban yang tinggi dapat menumbuhkan jamur dan tungau debut, yang dapat memperburuk kualitas udara di dalam rumah. [*/UT]