SuarIndonesia – Saksi mantan Manager PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari Banjarmasin Rudi Fatmo tidak mengetahui secara banyak masalah pembangunan graving dok yang jadi masalah tersebut.
Pasalnya menurut pengakuan saksi Rudi, tidak lama bertugas ketika pembangunan itu mulai berjalan sudah di mutasi.
Hal ini disampaikan Rudi ketika menjadi saksi dengan terdakwa mantan PPK (pejabat Pembuat Komitmen) Albertur Patarru dan Suharyono pada proyek tersebut, pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Selasa (13/12/2022).
Tetapi saksi megakui bahwa ia memang ada melihat peralatan kerja yang disiapkan oleh kontraktor,
Disamping itu ia tidak mengetahui secara pasti kehadiran personil kontraktor yang mengerjakan graving dok tersebut, tetapi ia mengakui memang ada tim pengawas baik itu daro ULM maupun dari tim sendiri.
Sementara saksi Yulijar selaku sub kontraktor dibidang pemasangan tiang panjang mengatakan bahwa dalam pekerjaannnya terda[at 72 titik, dimana setiap titik terda[at empat tiang yang di panjang.
Awalnya menurut saksi tiang yang dipanjang tersebut paling panjang 10 meter, tetapi kemudian oleh kontraktor disediakan tiang panjang dengan panjang 14 meter.
“Karena alat pancang dimiliki tidak bisa memancang sepanjang itu, maka kami mengundurkan diri dari pekerjaan tersebut,’’kata saksi Yulijar dihadapan majeleis hakim.yang dipimpi hakim I Gede Yuliartha.
Ia menyebutkan untuk memancang tiang tersebut secara bersambung bisa mencapai kedalaman 30 meter,
Walaupun keduanya menjalani sidang secara terpisah tetapi dalam kesaksikana yang diajukan JPU yang dikomandoi jaksa Harwanto, menghadirkan saksi yang sama.
Dalam perkara dugaan korupsi pembangunan graving dok yang runtuh ini terdapat empat terdakwa dua dari perusahaan plat merah ini dan dua dari kontraktor.
Dari unsur kontraktor adalah Lidyannnor selaku pemilik PT Lidy’ s Arta Borneo dan M Saleh selaku pelaksana dari perusahaan terebut dalam mengerjakan pembangunan dok dimaksud.
Menurut dakwaan keduanya dengan obyek yang sama mengakibat kerugian negara yang mencapai Rp5 M lebih dari nilai proyek sebesar Rp18 M, pelaksanaan proyek menggunakan anggaran dari PT Kodja Bahari Shipyard sebuah perusahaan “plat merah”.
Keempat terdakwa tersebut sidangnya dilakukan secara langsung. Karena keempat tidak ditahan.
Kedua terdakwa didakwa melanggar pasal 2 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP untuk dakwaan primair.
Serta dakwaan subsidair pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.(HD)