SuarIndonesia — Persoalan tentang motif di balik pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat akhirnya diungkap Mahkamah Agung (MA). Meski demikian, masih ada tanda tanya besar setelah itu. Apa itu?
Seperti diketahui seluruh terdakwa dalam kasus ini sudah divonis pada pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), yaitu:
- 1. Richard Eliezer Pudihang Lumiu divonis 1,5 tahun penjara;
2. Ferdy Sambo divonis hukuman mati;
3. Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara;
4. Ricky Rizal divonis 13 tahun penjara; dan
5. Kuat Ma’ruf divonis 15 tahun penjara.
Dari kelima nama di atas, hanya Eliezer yang menerima hukuman itu. Alhasil, vonis itu berkekuatan hukum tetap sehingga Eliezer bisa langsung dieksekusi atau dijebloskan ke lapas.
Sedangkan empat nama lain mengajukan banding tetapi kandas sehingga vonisnya tetap sama. Mereka tak patah semangat dan mengajukan kasasi ke MA. Gayung bersambut. Hukuman Sambo cs itu pun dikurangi menjadi sebagai berikut:
- 1. Ferdy Sambo dihukum penjara seumur hidup;
2. Putri Candrawathi dihukum 10 tahun penjara;
3. Ricky Rizal dihukum 8 tahun penjara; dan
4. Kuat Ma’ruf dihukum 10 tahun penjara.
Namun ada satu hal yang menjadi misteri selama jalannya drama persidangan Sambo cs ini, yaitu perihal motif. Dulu, ketika di PN Jaksel, ketua majelis hakim Wahyu Imam Santoso mengatakan motif Sambo membunuh Yosua tidak dapat dibuktikan.
“Menimbang bahwa berdasarkan uraian di atas, dengan demikian, motif adanya kekerasan seksual yang dilakukan korban Nopriansyah Yosua Hutabarat kepada korban Putri Candrawathi tidak dapat dibuktikan menurut hukum,” kata hakim ketua Wahyu Imam Santoso saat itu.
Dikutip dari detikNews, Senin (28/8/2023), Hakim juga menyinggung soal relasi kuasa atau dominasi dalam kasus pelecehan. Hakim menyatakan Putri, yang berstatus istri Kadiv Propam Polri, punya dominasi atas Yosua yang cuma ajudan. Meski demikian, hakim menyatakan ada perbuatan Yosua yang membuat Putri sakit hati. Tapi hakim menyatakan bukan pelecehan seksual.
“Menurut majelis hakim, adanya sikap korban Nopriansyah Yosua Hutabarat di mana perbuatan atau sikap tersebut yang menimbulkan perasaan sakit hati yang begitu mendalam terhadap Putri Candrawathi,” katanya.
Hakim menilai motif pelecehan seksual di balik kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua layak dikesampingkan.
“Majelis tidak memperoleh keyakinan yang cukup bahwa korban Nopriansyah Yosua Hutabarat telah melakukan pelecehan seksual atau perkosaan atau perbuatan lebih dari itu kepada Putri Candrawathi sehingga adanya alasan demikian patut dikesampingkan,” katanya.
Hakim kemudian menyatakan motif mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dalam pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir N Yosua Hutabarat, tak perlu dibuktikan. Hal itu disebabkan motif bukan bagian dari delik pembunuhan berencana.
“Menurut pendapat majelis hakim, motif bukan unsur delik sehingga motif tidak harus dibuktikan dalam persidangan,” ujar hakim.
Hakim menyatakan motif dibutuhkan untuk menentukan berat ringannya hukuman pidana. Tapi, menurut hakim, motif bukan hal yang harus dibuktikan dalam suatu perbuatan pidana yang dilakukan secara sengaja.
“Motif dengan kesengajaan merupakan dua hal yang berbeda,” ujar hakim.
Motif Masih Gelap saat Vonis Banding
Hal yang sama terjadi di PT DKI ketika kasus ini diajukan banding dan diputus pada Rabu, 12 April 2023. Motif pembunuhan masih menjadi misteri.
“Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 796/Pid.B/2022/PN JKT.SEL tertanggal 13 Februari 2023 yang dipintakan banding tersebut,” kata hakim ketua Singgih Budi Prakoso saat sidang di Pengadilan Tinggi DKI, Jalan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Duduk sebagai ketua majelis Singgih Budi Prakoso dengan anggota Ewit Soetriadi, H Mulyanto, Abdul Fattah, dan Tony Pribadi. Dalam putusan bandingnya, hakim mengatakan dalam kasus pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat ini, motif tidak wajib dibuktikan.
“Berkaitan motif yang dilakukan pemohon banding Ferdy Sambo bahwa judex facti berpendapat motif tidak wajib dibuktikan,” ujar hakim.
Dalam pertimbangannya, hakim PT DKI membacakan pertimbangan majelis hakim PN Jaksel soal kewajiban pembuktian motif dalam unsur Pasal 340 KUHP. Majelis banding mengatakan motif merupakan dorongan batin ataupun niat pelaku pidana.
“Dalam proses peradilan, motif memang menjadi bagian untuk menentukan berat ringan hukuman yang dijatuhkan. Akan tetapi sifatnya kasuistik,” ujarnya.
Hakim banding pun menyatakan pertimbangan hakim PN Jaksel soal motif tidak wajib dibuktikan telah tepat. Hakim juga mengatakan motif dalam pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat tidak jelas karena saksi-saksi tidak terbuka.
“Dengan demikian, apa yang dipertimbangkan judex facti tingkat pertama mengenai motif adalah sudah benar, yakni bukannya tidak ada motif, akan tetapi terdapat perbedaan penafsiran motif terdakwa Ferdy Sambo antara penasihat hukum dengan majelis hakim,” ujarnya.
“Bahwa motif ini semakin tidak jelas karena saksi saksi penting, saksi Kuat Ma’ruf, saksi Susi, yang ada di tempat kejadian di rumah di Magelang sejak awal tidak terbuka ketika ditanya oleh saksi Ricky Rizal Wibowo dan saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu tentang apa yang terjadi dan dijawab tidak tahu, padahal yang bertanya adalah pihak yang nyata bertanggung jawab terhadap Putri Candrawathi,” sambung hakim.
MA Ungkap Motif tapi Tetap Tak Bisa Dibuktikan
Kini ketika kasasi Sambo berujung pada pengurangan hukuman yaitu dari hukuman mati menjadi seumur hidup, MA mengungkapkan soal motif. Apa kata MA?
Majelis hakim kasasi mengatakan peristiwa di rumah Ferdy Sambo di Magelang, Jawa Tengah, membuat Ferdy Sambo marah besar hingga menyuruh Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu untuk menembak Brigadir Yosua Hutabarat. Akan tetapi, majelis hakim menyatakan peristiwa di Magelang itu tidak dapat dibuktikan.
Mulanya, majelis menyatakan Ferdy Sambo memang terbukti bersalah dalam kasus pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat. Majelis menyebut Ferdy Sambo menyuruh Eliezer menembak Yosua hingga meninggal dunia. Majelis juga menyebut Ferdy Sambo ikut menembak.
“Bahwa telah menjadi fakta hukum bahwa Terdakwa memang terbukti bersalah karena menyuruh Saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu menembak Korban Nopriansyah Yosua Hutabarat dan Terdakwa juga turut menembak korban hingga korban meninggal dunia,” bunyi putusan lengkap MA, Senin (28/8/2023).
Majelis hakim mengatakan Ferdy Sambo emosional karena dipicu peristiwa di Magelang yang disebut menyangkut harkat dan martabat. Meskipun majelis menyatakan peristiwa di Magelang itu tidak dapat dibuktikan apa yang sebenarnya terjadi.
“Akan tetapi hal tersebut dipicu oleh motif atau alasan adanya peristiwa Magelang yang oleh Terdakwa peristiwa tersebut telah mengguncang jiwanya, menjadikan Terdakwa marah besar dan emosional karena peristiwa tersebut dipahami Terdakwa menyangkut harkat dan martabat serta harga diri Terdakwa dan keluarganya,” kata majelis hakim.
“Meskipun tidak dapat dibuktikan peristiwa apa yang sesungguhnya terjadi di Magelang yang telah menjadikan Terdakwa telanjur marah besar, emosional, dan tidak mampu mengontrol amarahnya tersebut,” tegas majelis hakim.
Ferdy Sambo, kata majelis, juga tegas mengakui kesalahannya dan siap bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan.
“Sehingga selaras dengan tujuan pemidanaan yang ingin menumbuhkan rasa penyesalan bagi pelaku tindak pidana,” ucap majelis.
Ferdy Sambo sudah dijebloskan ke Lapas Salemba untuk menjalani hukuman penjara seumur hidup. Hukuman itu sejatinya lebih rendah setelah Mahkamah Agung membatalkan vonis mati untuk Ferdy Sambo. (*/UT)