SuarIndonesia — Dittipideksus Bareskrim Polri terus mengusut kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan korupsi dana BOS pimpinan Pondok Pesantren Al-Zaytun, Panji Gumilang. Penyidik pada pekan ini mengagendakan pemeriksaan terhadap 14 saksi dari pihak yayasan, Madrasah hingga penerima dana.
“Pemeriksaan terhadap 9 orang saksi dari pihak Yayasan dan Madrasah. Rencana minggu ini di agendakan pemeriksaan terhadap 13 saksi dari pihak yayasan, Madrasah, dan penerima dana,” kata Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan kepada wartawan, Senin (28/8/2023).
Para saksi itu didalami terkait perannya dalam penyaluran dana BOS. Di sisi lain, penyidik juga berkoordinasi dengan ahli Yayasan serta Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
“Selanjutnya akan lakukan pendalaman riksa terkait peran dari pihak Yayasan dan madrasah dalam penyaluran dana BOS,” ujarnya.
“Koordinasi dengan ahli yayasan. Koordinasi dengan PPATK,” imbuhnya.
Sebagai informasi, Bareskrim telah meningkatkan status kasus TPPU dan korupsi dana BOS yang menjerat Panji Gumilang ke tahap penyidikan. Whisnu mengatakan peningkatan status tersebut dilakukan setelah melakukan gelar perkara pada Rabu (16/8).
Panji Tersangka Penodaan Agama
Di sisi lain, Bareskrim Polri telah menetapkan Panji Gumilang sebagai tersangka kasus penodaan agama. Terhadap Panji juga telah dilakukan penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri.
Mengutip detikNews, Penahanan Panji dimulai pada Rabu (2/8) pukul 02.00 WIB. Penahanan dilakukan selama 20 hari hingga 21 Agustus 2023.
Terkini, penyidik menyatakan telah merampungkan penyidikan dalam perkara itu. Berkas kasus tersebut telah dilimpahkan ke kejaksaan hari ini.
“Kita sudah melaksanakan pemberkasan dan kami pagi hari ini akan menyerahkan berkas perkara kepada kejaksaan,” ujar Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (16/8/2023).
Panji Gumilang dijerat dengan Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan/atau Pasal 45a ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU ITE dan/atau Pasal 156a KUHP dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara. (*/UT)