SuarIndonesia – Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) yang melakukan penyusuran Sungai Barito, Sungai Kuin dan Sungai Martapura menemukan 10 jenis produsen yang sampahnya paling banyak ditemukan terapung di sungai-sungai tersebut.
Penelitian ESN, Prigi Arisandi mengatakan, hal tersebut berpotensi besar menjadi sumber kontaminasi mikroplastik yang mencemari air dan ikan yang dikonsumsi penduduk Banjarmasin.
Ia mengakui, Pemko Banjarmasin memang menjadi pioner regulasi pengurangan tas kresek, dengan keberadaan Perwali 18 tahun 2018. Namun, ia menilai, regulasi tersebut masih tidak efektif dalam pengendalian sampah plastik di Perairan.
“Pemko Banjarmasin sejak 2016 telah memiliki Peraturan Walikota nomor 18 Tahun 2016 tentang pengurangan kantong plastik, namun 70% sampah yang paling banyak dijumpai di kolong-kolong permukiman warga adalah sampah kantong plastik, botol air minum sekali pakai, sachet dan styrofoam,” ujarnya melalui keterangan persnya, Selasa (6/9/2022).
Pasalnya, temuan Tim Ekspedisi Sungai Nusantara dan Perkumpulan Telapak Kalimantan Selatan menemukan bahwa 10 Spesies ikan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat mengandung mikroplastik 53 Partikel Mikroplastik/Ekor.
“Ke-10 ekor ikan yang diteliti adalah ikan patung, seluang, Tembubuk, Lompok, Lais, Nila, Puyau, Sili-sili, Handungan dan Ikan Senggiringan ternyata telah terkontaminasi mikroplastik.Ikan lais paling banyak tercemar dengan kandungan dalam lambungnya sebesar 135 Partikel Mikroplastik,” ungkap Prigi,
Lebih lanjut, peneliti ESN itu membeberkan, salah satu penyebab utama tercemarnya ikan oleh mikroplastik adalah banyaknya sampah plastik yang ditemukan di ketiga Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito tersebut.
Menurut tim ESN, ada tiga Penyebab timbulan sampah di sungai-sungai Banjarmasin, yakni tidak ada sistem pengumpulan sampah untuk permukiman-permukiman Sungai Kuin, Sungai Martapura dan Sungai Barito.
Baca Juga :
Kemudian, tidak ada iuran atau retribusi yang standar pada tingkat kelurahan dan minimnya sarana tempat sampah. Lalu minimnya papan imbauan/larangan atau sarana edukasi kepada publik untuk ikut menjaga sungai dan tidak membuang sampah ke sungai.
Terakhir, mereka menyebut bahwa rendahnya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya.
Selain diperlukan pengelolaan sampah yang baik, produsen produk seperti Unilever, Wings, Indofood, Mayora, Ajinomoto, P&G, Unicharm, Danone, Coca Cola dan Nabati harus ikut bertanggungjawab membersihkan sampah mereka agar tidak mengancam kesehatan warga Banjarmasin dan Kalimantan Selatan.
”Produsen yang sampahnya tidak bisa diolah secara alami harus bertanggungjawab mengolah sampah. Mereka harus ikut mengurangi sampah plastik bungkus produk agar tidak mencemari sungai, selain meredesign packaging. Produsen-produsen ini juga harus ikut membersihkan sampah plastik yang mencemari Barito, Martapura dan Kuin,” ungkap Prigi.
Ia menjelaskan bahwa tim ESN dan Perkumpulan Telapak telah melakukan inventarisasi dan brand audit pada Minggu hingga Senin (4-5 September 2022) di kawasan Pasar Lama (sungai Martapura), Kawasan Banjar raya/Tempat pelelangan Ikan (sungai Barito) dan sepanjang Sungai Kuin.
Hasilnya 70% adalah sampah plastik tas kresek/Kantong plastik, Styrofoam, Botol plastik, popok dan 30% adalah sampah bermerk yang terdiri dari bungkus/packaging makanan/Minuman, bungkus personal care(peralatan mandi/cuci/pembersih ruangan).
Sampah plastik sachet makanan dan minuman mendominasi sampah plastik bermerk, produsen besar seperti Unilever, Wings, Indofood, Mayora, Ajinomoto, P&G, Unicharm, Danone, Cocacola dan Nabati.
Pasalnya, disebutkan bahwa dalam undang-undang Pengelolaan sampah Nomor 18/2008 menyebutkan tentang Extended Producer Responsibility atau tanggungjawab perusahaan atas sampah yang mereka hasilkan.
Sampah sachet atau pembungkus makanan, minuman dan personal care sulit didaur ulang sehingga penyelesaian akhir adalah dibakar atau dibuang ke sungai.
“Produsen harus mendesain ulang pembungkus produk, bisa dengan menggunakan bahan yang mudah didaur ulang atau mendirikan banyak stasiun refill.” ujar Prigi Arisandi.
Karena itu, ia merekomendasikan agar Pemerintah Kota (Pemko) wajib menyediakan tempat sampah organik dan sampah anorganik pada pemukiman warga yang ada di tepi sungai. Berbeda dengan kota-kota lain yang tidak memiliki budaya/peradaban sungai, maka di Banjarmasin Penduduknya sangat dekat dan lama berinteraksi dengan sungai, sehingga dibutuhkan tempat sampah untuk setiap warga agar tidak membuang ke sungai.
Kemudian, Pemko harus melakukan upaya pembersihan clean up timbulan sampah plastik di kolong-kolong permukiman warga.
Lalu, pihaknya juga memihta agar Pemko membuat regulasi larangan dan/atau pengurangan penggunaan sampah plastik sekali pakai seperti untuk mengurangi timbulnya sampah plastik. Perwali 18/2006 tidak cukup efektif sehingga perlu Peraturan Daerah yang melarang penggunaan plastik sekali pakai (kantong plastik, Sachet, sedotan, Styrofoam, botol air minum sekali pakai dan popok).
Mendorong DPRD Kota Banjarmasin untuk menyusun peraturan daerah tentang perlindungan sungai dan pengelolaan sampah dengan melibatkan masyarakat.
Pemko Banjarmasin mengajak dan mendorong Produsen seperti PT Wings, PT Indofood, PT Unilever, PT Unicharm, PT Mayora, PT Santos, PT Nestle, Danone, Coca-cola dan produsen penghasil sampah plastik agar ikut bertanggungjawab atas sampah packaging atau bungkus produk mereka. Dalam Undang-undang 18/2008 tentang pengelolaan sampah setiap produsen penghasil sampah berkewajiban untuk ikut bertanggungjawab atas sampah yang mereka hasilkan atau disebut EPRExtendeed producer Responsibility.
Membuat trashboom atau alat penghalang sampah di permukaan air sungai Kuin, parit-parit untuk mencegah sampah masuk ke Sungai Barito dan sungai Martapura.
Kemudian mengendalikan sumber-sumber kontaminasi mikroplastik dari rumah tangga dan kegiatan usaha yang menghasilkan sampah sejenis sampah rumah tangga dan limbah cair domestic (Grey water).
Membersihkan sungai-sungai di Kota Banjarmasin agar Nihil Sampah mengacu pada PP 22/2021 tentang baku mutu air sungai.
Pemko Banjarmasin harus menginisiasi Patroli sungai dan menyediakan perahu pengumpul sampah di permukiman warga di tepian sungai dan melakukan monitoring/patrol untuk menghalau agar penduduk tidak membuang sampah ke sungai.
Pemko Banjarmasin harus melibatkan generasi muda yang tinggal di tepian sungai secara massif untuk membentuk kelompok-kelompok peduli sungai yang bertugas merawat, mengelola, membersihkan, dan menjaga sungai di permukiman masing-masing, menghidupkan budaya sungai dan mengembalikan peradaban Banjarmasin sebagai Kota Seribu sungai.
Mendorong kolaborasi Budayawan, Seniman, Agamawan dan Cendikiawan/Ilmuwan untuk memproduksi informasi tentang sungai, menghidupkan diskusi, konsultasi dengan ujungnya kebangkitan partisipasi warga Banjarmasin untuk kembali mencintai Sungai. (SU)