SuarIndonesia — Seorang mahasiswa yang mengaku sebagai pengagum Wali Kota Solo Gibrang Rakabuming Raka mengajukan uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait syarat minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemohon bernama Almas Tsaqibbirru Re A, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Surakarta. Almas didampingi Arif Sahudi, Ilyas Satria Agung, dkk sebagai kuasa hukum.
Dalam berkas permohonannya, Almas menyatakan diri sebagai pengagum Gibran yang merupakan putra Presiden Joko Widodo itu beserta kinerjanya sebagai Wali Kota.
Adapun MK telah menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan untuk Nomor Perkara 90/PUU-XXI/2023 ini di Gedung MKRI, Jakarta, Selasa (5/9) hari ini. Almas hadir bersama kuasa hukumnya secara daring.
“Bahwa pemohon juga memiliki pandangan tokoh yang inspiratif dalam pemerintahan era sekarang, yang juga menjabat sebagai Walikota Surakarta di masa Periode 2020-2025, hal ini jelas bahwa di dalam masa pemerintahan Gibran Rakabuming tersebut pertumbuhan ekonomi di solo naik hingga angka 6,25 persen yang di mana saat awal ia menjabat sebagai walikota, pertumbuhan ekonomi di Solo minus 1,74 persen,” ujar kuasa pemohon dalam persidangan, Selasa (5/9/2023).
“Bahwa dengan merujuk pada data banyaknya kepala daerah terpilih yang berusia di bawah 40 tahun pada pemilu sebelumnya (pemilu tahun 2019), disertai dengan kinerja kepala daerah berusia di bawah 40 tahun dan kinerja-kinerja menteri berusia muda yang baik, sudah seharusnya konstitusi tidak membatasi hak konstitusional para pemuda kita untuk dapat mencalonkan dirinya sebagai calon presiden dan calon wakil presiden dengan menggunakan syarat batas usia,” jelas kuasa pemohon.
Oleh karena itu, Almas dalam petitumnya meminta MK untuk menyatakan Pasal 169 huruf q yang mengatur batas usia minimal capres-cawapres 40 tahun diubah menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah.
Selain itu, hadir pula pemohon Nomor Perkara 92/PUU-XXI/2023 yang juga mengajukan uji materiil terhadap pasal usia minimal capres-cawapres.
Pemohon perkara adalah Melisa Mylitiachristi Tarandung yang berstatus sebagai calon advokat. Dia didampingi Irwan Gustaf Lalegit sebagai kuasa hukum.
Melisa menilai syarat usia minimal itu diskriminatif, bertentangan dengan asas adil, dan mencederai sekaligus melemahkan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat.
“Sebab Presiden dan Wakil Presiden pada dasarnya merupakan perwujudan dari kedaulatan rakyat karena keduanya dipilih secara langsung oleh rakyat. Sebagai perwujudan kedaulatan rakyat, maka presiden dan wakil presiden mewakili kepentingan seluruh rakyat, sehingga untuk memilih mereka tidak boleh dibatasi syarat usia hanya bagi mereka yang berusia minimal 40 tahun,” kata Melisa dalam persidangan.
Dalam petitumnya, pihak pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 169 huruf q yang mengatur batas usia minimal capres-cawapres 40 tahun diubah menjadi 25 tahun.
Majelis hakim yang menangani perkara ini adalah Hakim Konstitusi Suhartoyo, Daniel Yusmic P Foekh, dan Wahiduddin Adams.
Dalam kesempatan itu, Hakim konstitusi Wahiduddin Adams mengatakan dalil-dalil yang diajukan pemohon Nomor Perkara 90/PUU-XXI/2023 bersifat kasus konkret.
Sementara itu, Wahiduddin menjelaskan bahwa karakteristik pengujian Undang-undang di MK itu bersifat abstrak atau tidak mengadili kasus orang per orang. Wahiduddin pun meminta pemohon untuk menyertakan tokoh-tokoh di bawah 40 tahun lain yang dapat disertakan sebagai contoh.
“Dan uraian elaborasi dalam pengujian Undang-undang di MK itu jangan hampir melulunya perkara konkret. Bahkan mencontohkan satu orang,” kata Wahiduddin.
“Ingat, pengujiannya bersifat abstrak, norma, dan dalil-dalil yang diajukan itu haruslah betul dengan dasar pengujiannya. Ini hampir tidak ada dasar pengujiannya, kecuali hanya bahwa diskriminasi,” sambung Wahiduddin, sebagaimana dilansir CNNIndonesia, Selasa (5/9/2023).
Kedua pemohon diberikan waktu perbaikan sampai dengan Senin, 18 September 2023 pukul 09.00 WIB.
Sebelumnya, Kepala Biro Hukum Administrasi dan Kepaniteraan (Kabiro HAK) MK Fajar Laksono sebelumnya mengatakan terdapat total sembilan perkara terkait batas usia minimal capres-cawapres yang diterima MK.
Tiga perkara di atas telah masuk dalam pemeriksaan persidangan karena memang lebih dulu diregistrasi ke MK. Oleh karena itu, perjalanan perkaranya paling jauh untuk saat ini.
Enam perkara lain, yakni perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, 91/PUU-XXI/2023, 92/PUU-XXI/2023, 93/PUU-XXI/2023, 96/PUU-XXI/2023, dan 100/PUU-XXI/2023 memiliki petitum yang beragam mengenai batas usia minimal capres-cawapres.
“Ada yang minta (usia minimal) bukan 40 (tahun) tapi ada yang minta 21. Ada yang minta 30. Ada yang minta 40 dan berpengalaman sebagai penyelenggara negara. Ada yang minta 40 berpengalaman sebagai kepala daerah. Ada yang minta 25 tahun,” ujar Fajar saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, Selasa (22/8). (*/UT)