Suarindonesia- Hutan rawa gambut memiliki peran, fungsi dan manfaat yang sangat penting bagi manusia, keanekaragaman hayati dan iklim global. Namun sayang, ekosistem ini mengalami kerusakan dari tahun ke tahun.
“Pengeringan berlebihan (melalui pembangunan kanalisasi), kebakaran, penebangan, dan alih fungsi lahan merupakan beberapa faktor utama penyebab degradasi hutan rawa gambut di Indonesia,” tegasnya.
Ketua Pusat Perhutanan Sosial dan Agroforestri, Fakultas Kehutanan ULM,
Hamdani Fauzi mengatakan bahwa kebakaran hutan dan gambut pada tahun 2015 telah menyebabkan bertambah luasnya lahan gambut yang rusak dan terdegradasi.
Menurutnya, Indonesia memiliki 136,17 juta hektare (ha) hutan, yang mana seluas 20 juta ha adalah hutan gambut. Sedangkan, Kalimantan Selatan dengan luas 37.530,52 km2 Dari luasan tersebut sekitar 38.761 ha merupakan lahan rawa gambut dan rawa lebak.
Ia mengatakan ihwal hutan lindung Liang Anggang Banjarbaru berdasarkan Kepmenhut nomor 434/Kpts-II/1996 mempunyai luas luas 960 ha termasuk wilayah Kecamatan Liang Anggang Banjarbaru. Kondisi lahan di hutan lindung tersebut berupa tanah gambut. Hampir setiap musim kemarau, hutan lindung Liang Anggang selalu terbakar. Hal ini tentu saja berdampak terhadap kesehatan masyarakat, terganggunya sistem transportasi darat, air, dan udara. Apalagi lokasi ini berdekatan langsung dengan Bandara Syamsuddin Noor Banjarbaru.
Ia menambahkan bahwa kondisi tersebut perlu segera diperbaiki melalui upaya Pemulihan Ekosistem Gambut (PEG) yang terdegradasi agar dapat berfungsi kembali secara ekologi dan ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian ekosistem gambut.
Bertitik tolak dari hal itu, maka perlu segera dilakukan restorasi gambut yang terdegrasi tersebut.
Tambahnya, hal ini tentunya sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk melaksanakan restorasi gambut. Diantaranya dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 71/2014 jo PP no. 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, dan Presiden RI melalui Perpres No 1/2016 telah menetapkan Peraturan Presiden tentang Badan Restorasi Gambut (BRG), dimana dalam Pasal 2 dinyatakan bahwa BRG mempunyai tugas mengkoordinasikan dan memfasilitasi restorasi gambut pada 7 Propinsi (Provinsi Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi Papua) dan 4 kabupaten prioritas (OKI, Musi Banyuasin, Kep. Meranti dan Pulang Pisau).
“Secara tegas pemerintah menargetkan bahwa sejak 2016 – 2020 perlu direncanakan dan dilaksanakan restorasi ekosistem gambut seluas 2.4 juta pada 7 propinsi dan 4 kabupaten prioritas tersebut,” katanya kepada Suarindonesia.com, Sabtu (3/11/2018)
Ia pun menjelaskan bahwa ada beberapa strategi restorasi gambut dikenal dengan istilah 3R yaitu rewetting (pembasahan kembali), revegetation (penanaman kembali), dan Revitalization of local livelihoods (Revitalisasi sumber mata pencaharian masyarakat).
Dalam rangka mendukung upaya restorasi gambut tersebut, Universitas Lambung Mangkurat bekerjasama dengan Badan Restorasi Gambut membangun Pilot Restorasi Gambut Terintegrasi di Kawasan Hutan Lindung Liang Anggang Banjarbaru. Salah satu program yang dikembangkan adalah dengan melakukan revegetasi seluas 15 ha melalui penanaman jenis tanaman hutan Kegiatan ini telah dilaksanakan sejak tahun 2017 dengan membangun demplot seluas 15 ha pola agroforestri.
Ia menerangkan bahwa hal tersebut disebabkan lokasi termasuk tipe bergambut tipis, berada di dekat pemukiman, dan statusnya berada di dalam penguasaan masyarakat, sehingga revegetasi memilih sistem budidaya berbasis masyarakat pola agroforestry atau paludikultur.
Tambahnya, hal ini tentunya sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk melaksanakan restorasi gambut. Diantaranya dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 71/2014 jo PP no. 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, dan Presiden RI melalui Perpres No 1/2016 telah menetapkan Peraturan Presiden tentang Badan Restorasi Gambut (BRG), dimana dalam Pasal 2 dinyatakan bahwa BRG mempunyai tugas mengkoordinasikan dan memfasilitasi restorasi gambut pada 7 Propinsi (Provinsi Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi Papua) dan 4 kabupaten prioritas (OKI, Musi Banyuasin, Kep. Meranti dan Pulang Pisau).
“Secara tegas pemerintah menargetkan bahwa sejak 2016 – 2020 perlu direncanakan dan dilaksanakan restorasi ekosistem gambut seluas 2.4 juta pada 7 propinsi dan 4 kabupaten prioritas tersebut,” katanya kepada Suarindonesia.com, Sabtu (3/11/2018)
Ia pun menjelaskan bahwa ada beberapa strategi restorasi gambut dikenal dengan istilah 3R yaitu rewetting (pembasahan kembali), revegetation (penanaman kembali), dan Revitalization of local livelihoods (Revitalisasi sumber mata pencaharian masyarakat).
Dalam rangka mendukung upaya restorasi gambut tersebut, Universitas Lambung Mangkurat bekerjasama dengan Badan Restorasi Gambut membangun Pilot Restorasi Gambut Terintegrasi di Kawasan Hutan Lindung Liang Anggang Banjarbaru. Salah satu program yang dikembangkan adalah dengan melakukan revegetasi seluas 15 ha melalui penanaman jenis tanaman hutan Kegiatan ini telah dilaksanakan sejak tahun 2017 dengan membangun demplot seluas 15 ha pola agroforestri.
Ia menerangkan bahwa hal tersebut disebabkan lokasi termasuk tipe bergambut tipis, berada di dekat pemukiman, dan statusnya berada di dalam penguasaan masyarakat, sehingga revegetasi memilih sistem budidaya berbasis masyarakat pola agroforestry atau paludikultur.
Tambahnya, kegiatan revegetasi yang dilaksanakan adalah penanaman berbagai jenis tanaman hutan dengan melibatkan mahasiswa Fakultas Kehutanan ULM dan KPH Kayutangi (Sabtu, 03 November 2018). Jenis tanaman keras yang dikembangkan adalah Jelutung, Petai, Jengkol, dan Belangeran sebanyak 4.500 batang. Selain itu juga ditanam Trembesi dan Tanjung di sepanjang kiri kanan jalan sebanyak 1.500 batang.
Tujuan program ini adalah menginisiasi penanaman kembali Hutan Lindung Liang Anggang yang saat ini kondisinya sangat memprihatinkan dan selalu terbakar setiap tahun. Harapannya agar para pihak banyak terlibat dalam memulihkan kembali fungsi hutan lindung tersebut, apalagi lokasi HL berada di kawasan perkotaan dan dekat dengan Bandara.
(BY)